SAYA salah satu anak yang boleh dibilang beruntung, pernah duduk tepat dibelakang Dahlan Iskan. Terlepas dari apa yang menjerat dirinya. Bagi saya, dia orang yang simpel.
Simpel bukan karena kemeja putih atau sepatunya. Bukan juga karena dia seorang pemimpin media besar dengan tulisannya yang mudah dicerna.
Saya tepat dibelakang Pak Dahlan Iskan ketika itu dalam sebuah rapat. Memang sekali lagi saya sangat beruntung, sebab bisa mendengar langsung kebijakan beliau di tengah salah satu grup di perusahaannya dilanda kegusaran akibat pesaing.
Pak Dahlan Datang terlambat. Jakarta ketika itu baru saja selesai hujan lebat, macet tak usah digambarkan. Dia datang dengan sepeda motor tambangan atau ojek.
Masuk ke ruang rapat tanpa ajudan, dan pakaiannya sedikit basah. Dia tak pakai kemeja putih, tapi kemeja lengan pendek cokelat tebal. Sepatunya seperti biasa dengan celana hitam.
Simpelnya dimana? Yah di kebijakannya. Apa? Tunggu dulu sampai saya puas bercerita.
Kembali ke satu jam sebelum kedatangan Pak Dahlan Iskan. Ada suasana rapat tanpa arah. Lain tema lain solusi. Kebanyakan hanya melihat dari sisi data, bukan pada manuver lawan.
Pak Dahlan masuk ke ruangan. Semua orang berdiri hendak menjabat tangan yang sudah membuat banyak tulisan itu. Dia menolak dan meminta supaya rapat di lanjutkan saja.
Sekali lagi Pak Dahlan Iskan menolak, ketika pemimpin rapat mempersilahkan dia duduk di barisan petinggi. "Biar saya duduk di sini. Saya pernah muda, dan mau duduk dideretan anak muda," katanya menunjuk kursi barisan belakang tepat yang ada di depanku.
Rapat dilanjutkan. Kembali ke tema setelah satu jam tanpa solusi. Pak Dahlan asyik mendengarkan.
Dibelakang giliran saya yang gugup. Kemudian mencerna pesan yang tersirat, mulai dari kedatangan Pak Dahlan sampai dia memutuskan untuk duduk di kursi bagian belakang.
Tak tercium aroma wangi. Kakinya juga digoyang-goyangkan, seperti adanya saya yang awam mendengar penjelasan demi penjelasan.
10 menit kemudian, Pak Dahlan menyelah. Acungkan tangan kanan.
"Manuver harus dibalas manuver. Tapi etika kejujuran harus didahulukan," katanya ringkas, kemudian duduk kembali.
Pimpinan rapat langsung mengerti. Tak perlu dijelaskan panjang lebar. Rapat kemudian mengalir kembali.
Bukan saja penampilannya yang simpel. Tapi pengambilan kebijakannya juga simpel dan sangat sederhana. Langsung ke inti tanpa harus memutari dunia.
Pematangan keputusan setelah Pak Dahlan angkat suara hanya butuh lima menit. Pertemuan usai. Barulah Pak Dahlan bersalaman dengan semua yang ada di dalam rapat.
Saya. Yah seperti itulah saya. Berpikir tentang masalah itu sangat rumit. Pak Dahlan Iskan membuktikan jika semuanya sederhana. Tak perlu lama-lama. Langsung ke pokok. Selesai.
(Samsudar Syam/WAKIL DIREKTUR PT RADAR LUWU RAYA INTERMEDIA)
0 komentar :
Posting Komentar