Rabu, 26 Oktober 2016

Uang Panai', Pacaran, dan Pernikahan

ILUSTRASI
Pacaran, adalah kata yang sangat tidak asing bagi para remaja, muda-mudi bahkan orang tua. Menurut mayoritas beberapa muda-mudi, ada beberapa hal yang mendasari mereka mau berpacaran. Ada yang bilang karena ada rasa suka, rasa nyaman, dan rasa kagum, serta ada rasa cinta terhadap sesorang, sehingga mereka berani menjalani hubungan yang namanya pacaran.

Ada jg juga yang mengatakan bahwa pacaran dijalankannya, sebagai proses saling kenal antara dua sejoli, sebelum melaju ke pelaminan, untuk melangsungkan pernikahan. Bukan hanya itu, banyak hal lain yang menjadi alasan bagi muda-mudi untuk berpacaran, termasuk untuk merasa gengsi jika tidak pacaran. ''Hari gini tidak punya pacar? apa kata dunia?'' demikianlah sejumlah muda-mudi menjawab jika ditanya alasan mereka berpacaran.

Dari sekian banyak pernyataan muda-mudi mengenai alasan mereka berpacaran, ada satu jawaban yang menurut saya menarik untuk dibahas dalam tulisan saya yang sedikit berantakan ini. Alasan yang saya maksud, adalah ketika muda-mudi menalin pacaran untuk saling kenal, sebelum menuju ke pelaminan. Bagi saya secara pribdai, ini sangat menarik, karena tak jarang mereka yang menjalin hubungan pacaran, berujung putus dan tidak berakhir di pelaminan atau menikah. Biasanya, alasan muda-mudi yang telah menjalin hubungan pacaran lantas putus, karena mereka merasa belum cocok. Sehingga harus mencari pasangan lain yang lebih cocok. Nah, bukankah dalam pacaran yang dimaksud mereka harus saling kenal agar mereka bisa lebih cocok, saling memahami dan mengerti satu sama lain? Lantas kecocokan yang mana yang dimaksud? Mungkin kah itu hanya dalih, karena belum siapnya mereka menikah pasca pacara terlalu lama? sebut saja misalkan pacaran selama tiga sampai enam tahun, lantas putus karena alasan ketidak cocokan. Apakah selama menjalani hubungan yang terbilang cukup lama itu, mereka terpaksa merasa cocok atau bagaimana?

Putus ditengah jalan, dan tidak berujung pada pernikahan spertinya tidak hanya disebabkan oleh alasan ketidak cocokan antara muda-mudi. Banyak juga fenomena putus cinta karena ditinggal menikah. Waduhh... kenapa bisa begitu? paling banyak alasan tentang hal ini adalah persoalan ekonomi. "Uang Panaik" adalah salah atu penyebabnya. Pacaran bertahun-tahun, bukan jaminan untuk menikah. Jaminan menikah dengan pasangan saat ini adalah ekonomi. Banyak fenomena yang kita temui, bahwa seorang lelaki terpaksa harus pasrah menyaksikan kekasihnya dinikahi oleh orang lain, hanya karena tak mampu melamar dengan uang panaik yang mencekik leher.

Fenomena ini membuat saya menarik kesimpulan, bahwa pendapat sejumlah pemuda-pemudi soal pacaran, adalah masa berkenalan sebelum melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan ternyata salah. Karena menurut saya, pacaran, saling kenal bahkan disaat sepasang kekasih sudah merasa cocok, masih ada satu hambatan yang harus dilalui, yakni uang panaik, yang harus sesuai dengan permintaan calon mertua. Untung baik, jika pemuda mapan yang berada pada posisi tersebut. Yang bisa saja langsung mengatakan, ya, saya sanggup berapapun uang panaik atau uang lamaran yang diminta oleh calon mertua atau pasangannya. Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan atau tak menyanggupi permintaan si calon isteri, atau calon mertua? Tentu saja tak ada cara lain, selain mengikhlaskan pujaan hatinya, yang selama bertahun-tahun bersama dengannya, malah dinikahi oleh orang lain.

Bahkan orang yang mungkin baru saja dikenal oleh sang pujaan hatinya, justeru harus diterimanya sebagai suami, hanya persoalan finansial yang dimiliki orang tersebut. Artinya, pacaran yang lama bukan jaminan untuk menikahi orang yang sudah bertahun-tahun menjalin hubungan, dengan adanya tradisi uang panaik. Tetapi modal ekonomi yang mapan adalah kepastian bagi seorang laki-laki dewasa untuk menikah.

Nah, makanya dalam tulisan ini, penulis mencoba memulainya dengan gambaran, bahwa uang panaik atau mahar dalam budaya tertentu, menyiksa, khususnya bagi lelaki. Sebab sangat jelas, jika persoalan mahar yang mahal membuat orang batal mempersunting pujaan hatinya yang bertahun-tahun waktunya dibagi untuk sang kekasih. Dulu, persoalan uang panaik yang jumlahnya harus besar, hanya berlaku bagi suku bugis saja. Tetapi hari ini, sudah menjadi hal yang wajib dalam sebuah pernikahan bagi semua suku di Sulsel, uang panaik harus besar jumlahnya. Bahkan, kadang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan latar belakang perempuan yang akan dinikahi.

Mari kita coba ulas sedikit seperti apa mahar dalam islam, tradisi uang panai, dan pernikahan. Penulis mencoba mencari referensi tentang ketiga hal yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Akhirnya penulis menemukan salah satu referensi tentang mahar dalam islam. "Sebaik–baik perempuan adalah yang paling murah maharnya" (HR. Ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad). Hal ini yang mungkin tidak disadari oleh sebagian kaum perempuan dan para orang tua yang memiliki anak perempuan.

Dominasi gengsi sebenarnya menjadi salah satu pemicu persoalan uang panaik atau dalam islam disebut sebagai mahar. Seharusnya mereka sedar ketika meminta mahar mahal, sedangkan lelaki yang ingin melamar tidak memiliki sesuatu yang ia minta, maka keberkatan pernikahan itupun hilang. Karena telah mempersulitkan sesuatu yang baik bagi sang perempuan itu sendiri, yakni sebuah pernikahan.

Dalam sebuah artikel disebutkan, bahwa seharusnya seorang perempuan yang ingin diberikahi pernikahannya, tentunya harus mempermudah maharnya, mempermudahkan jalan lelaki yang hendak melamarnya. Karena itu merupakan sunnah Rasulullah SAW. Sebenarnya seorang wanita sangat memerlukan pendamping, apabila menolak hanya karena uang panaik, padahal dia seorang lelaki muslim yang soleh, maka sangat rugilah dia.

Bahkan Rasulullah pernah menyuruh seorang pemuda yang ingin menikah, namun tak memiliki apa-apa, untuk mencari sebuah cincin walaupun dari hanya terbuat dari besi (bukan emas atau berlian). Ini semakinb meyakinkan kita, khususnya ummat muslim yang ada di Sulsel, khususnya di Luwu Raya, yang merupakan tanah kelahiran penulis, bahwa sesungguhnya Islam sangat memuliakan perempuan yang tidak meminta mahar yang lebih.

Sekaitan dengan itu, dalam Haditz Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, disebutkan wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Sehingga kita dianjurkan memilih perempuan yang beragama agar kita senantiasa beruntung. Sangat jelas bahwa mahar yang tinggi bukanlah sebuah batu yang mengganjal calon muda-mudi untuk tidak bersatu dalam bingkai pernikahan.

Diatas kita sudah membahas soal mahar, yang menurut kesimpulan penulis, seharusnya mahar bukan penghalang bagi muda-mudi untuk melangsungkan pernikahan. Yang penting maharnya ada dan ikhlas bagi yang memberikan dan yang menerima. Sekarang penulis mencoba memberikan gambaran tentang tradisi uang panaik. Pada dasarnya uang panaik merupakan tradisi dalam budaya bugis untuk menikahi wanita bugis. Hanya saja, saat ini budaya itu sudah merembes ke hampir seluruh jazirah negeri ini, khususnya di Sulawesi terkhusus di Sulsel. Uang panaik, dalam budaya tersebut berupa uang, yang jumlahnya besar. Biasanya menurut calon mempelai perempuan, itu akan digunakan pada semua kebutuhan selama proses pernikahan berlangsung termasuk resepsi. dan resepsniya harus meriah, sehingga tak ada alasan bagi mereka, uang panaik itu kecil jumlahnya.

Nah, sekarang kita membahas sedikit tentang pernikahan. Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain, juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia, yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina. Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan , diartikan juga sebagai akad atau hubungan badan. Selain itu, ada juga yang mengartikan dengan percampuran.

Sedangkan pengertian hubungan badan itu, hanya merupakan metafora saja. Bahkan dikatakan, bahwa nikah itu tidak disebut dalam al-qur’an melainkan diartikan dengan akad. Dengan pemahaman lain bahwa dengan akad tersebut maka menjadi boleh pada apa yang boleh dilarang. Tegasnya, pernikahan adalah sesuatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuanmencapai keluarga sakinah mawaddah warrohmah dengan penuh kasih sayang dan saling menyantuni.

Untuk menikah, tentunya ada yang namanya Rukun Nikah, yang harus dipenuhi. Ini adalah hal yang sangat wajib. Rukun nikah terdiri dari kdua mempelai, sighat atau ijab qobul, wali, dan dua orang saksi. Untuk calon suami, juga ada syarat berdasarkan ijtihad para ulama. Yang pertama, Calon suami beragama islam, laki-laki, halal nikah dengan calon istri, kenal pada calon istri serta tahu bahwa calon istrinya halal untuk dinikahi, ridho (tidak terpaksa), Tidak sedang melakukan ihram, dan syarat terakhir, tidak sedang mempunyai istri empat.

Untuk perempuan, syarat calon pengantin perempuan, yang pertama Beragama islam, perempuan, Halal bagi calon suami, tidak dalam ikatan pernikahan dan tidak dalam masa iddah, tidak dipaksa (ikhtiyar), dan Tidak dalam ikhram haji atau umrah.

Dari rukun Nikah, yang wajib itu, tidak disebutkan soal uang panaik atau mahar yang berlebihan. Dalam hukum melakukan nikah dalam islam, juga dianjurkan beberapa hukum, yakni wajib, sunnah, haram, makruh ataupun mubah. Menikah wajib bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya ia tidak menikah. Sunnah bagi orang yag telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah tetapi kalau tidak menikah tidak dikhawatirkan berbuat zina. Haram bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila melangsungkan pernikahan akan terlantarkan dirinya dan istrinya. Makruh bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pernikahan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri shingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak menikah. Mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pernikahan, tetapi apabila tidak melakukan tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukan nikah juga tidak melantarkan istri.

Dari hukum nikah dalam Islam, sangat jelas dikatakan bahwa "Wajib bagi orang yang mempunyai kemauan". Artinya tanpa uang panaik yang tinggi, yang penting ada kemauan, wajib menikah, untuk menghindari zina. sampai disini, ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan, yang pertama soal uang panaik dan jumlah nominalnya yang sangat banyak, semestinya tidak dijadikan patokan. Karena segala hal tergantung dari usaha individu dan berpulang pada keputusan Tuhan yang maha esa. Disamping itu pihak keluarga juga harus lebih terbuka fikirannya mengenai kelangsungan pernikahan yang tidak dapat dinilai dari kemegahan pesta, atau perayaan pernikahan yang dilakukan. Serta dari banyak tidaknya uang yang dimiliki oleh pria yang akan melamar. Karena uang hanya hiasan dalam kehidupan sementara tujuan hidup adalah ketenangan.

Budaya seharusnya tidak dijadikan sebagai penghalang, namun dilihat sebagai pewarna dalam sosialisasi dan interaksi kehidupan. Saya juga ingin mengatakan, bahwa sesungguhnya wanita sangat memerlukan pendamping, sehingga tak ada alasan bagi seorang perempuan mempermasalahkan uang panaik atau mahar. Dan untuk laki-laki, tentunya juga sangat memerlukan wanita sebagai pemelihara dirinya, rumah tangganya, juga anak-anaknya kelak. Sehingga laki-laki sepatutnya memuliakan perempuan dengan mahar tertinggi yang dia mampu. Ingat, yang dia mampu. Hindari sikap gengsi, untuk apa meriah jika tidak berkah. Utamakan keberkahannya.

Sebelum mengakhiri tulisan saya, saya mau mengutip sedikit puisi.

Wanita yang MULIA... Wanita yang SHOLEHAH... adalah yang MURAH MAHARNYA.Wanita yang SHOLEHAH tidak akan pernah mata duitan, menghendaki MAHAR MAHAL. MAHAR adalah TANDA CINTA seorang calon suami kepada calon isterinya. Sebesar apapun pemberian mahar itu, terimalah. Bukan besar kecilnya MAHAR, tapi KETULUSAN CINTA yang ada dibalik MAHAR itu. Bukan bentuk MAHAR yang dilihat. Tapi KESUNGGUHAN HATI seseorang yang memberikannya dengan penuh CINTA. Bukan bagusnya MAHAR yang diharap, tetapi KESETIAAN, KEJUJURAN, KASIH SAYANG, PERLINDUNGAN, KEAMANAN yang diharapkan. "Itulah WANITA SHOLEHAH sejati yang tidak MENARGETKAN MAHAR MAHAL. Tetapi MAHAR yang SESUAI dengan KEMAMPUAN sang calon SUAMI" Sebaik baik mahar adalah yang paling Mudah dan Murah !
Wassalam (*)
Share:

0 komentar :

Posting Komentar

PARTAI POLITIK

PARTAI POLITIK
PSI ADALAH PARTAI ANAK MUDA DAN PEREMPUAN

QUOTES

QUOTES

Laman

IKLAN

IKLAN
Segenap Pengurus DPD II KNPI Kota Palopo Mengucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda Tahun 2016